Pada masyarakat Osing Banyuwangi proses
pencarian jodoh atau perjodohan dilakukan dengan berbagai cara dan telah
menjadi tradisi serta warisan dari nenek moyangnya. Tradisi perjodohan tersebut
diantaranya tradisi Gredoan, Bathokan, dan Mlayokaken. Bentuk perjodohan
dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol yang bertujuan untuk menunjukkan
kasih sayangnya, seperti penggunaan Basanan atau Wangsalan. Tradisi perjodohan
yang hingga sekarang masih tetap eksis dalam masyarakat Using secara
keseluruhan adalah tradisi Gredoan. Gredoan dalam bahasa Osing berarti saling
menggoda (Nggridu = goda) antara jejaka dan gadis. Dalam hal tesbut dilakukan
dengan artian positif karena Gredoan yang dilakukan adalah dengan cara
baik-baik untuk mencari pasangan. Gredoan dipahami sebagai sebuah mekanisme
budaya lokal dalam proses melakukan gidaan terhadap lawan jenis, untuk kemudian
menuju jenjang pacaran dan perkawinan. Gredoan sebenarnya berkisar pada masalah
jalinan rasa senang dan cinta antara seorang laki-laki dan wanita muda, sehingga
sifatnya dapat dikatakan sangat universal sekali. Meskipun demikian Gredoan
mempunyai keistimewaan tersendiri yang terletak pada perilaku pelaku dan
dialognya. Pada masyarakat Osing Banyuwangi, perilaku demikian digambarkan
dengan mengadakan suatu upacara perjodohan atau Gredoan. Pada masyarakat Using
di Desa Macan Putih, Gredoan setiap tahun dilaksanakan tepat pada bulan Maulud
Nabi Muhammad SAW. Upacara perjodohan tersebut memanfaatkan kegiatan-kegiatan
dalam peringatan Maulud Nabi seperti karnaval.
No comments:
Post a Comment