
Adalah salah satu ritual masyarakat Osing yang hanya dapat dijumpai
di dua desa dalam lingkungan kecamatan Glagah, Banyuwangi,
yakni desa Bakungan dan Olehsari. Ritual ini dilaksanakan untuk keperluan
bersih desa dan tolak bala, agar desa tetap dalam keadaan aman dan tentram.
Ritual ini sama seperti ritual Sintren di wilayah Cirebon, Jaran Kepang, dan Sanghyang di Pulau Bali.
Penyelenggaraan tari Seblang di dua desa tersebut juga
berbeda waktunya, di desa Olihsari diselenggarakan satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di desa Bakungan yang
bersebelahan, diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha.
Para penarinya dipilih secara supranatural oleh dukun
setempat, dan biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang
sebelumnya. Di desa Olehsari, penarinya haruslah gadis yang belum akil
baliq, sedangkan di Bakungan, penarinya haruslah wanita berusia 50 tahun ke atas yang telah
mati haid (menopause).
Tari Seblang ini sebenarnya merupakan tradisi yang sangat tua, hingga sulit
dilacak asal usul dimulainya. Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa Seblang
pertama yang diketahui adalah Semi, yang juga menjadi pelopor tari
Gandrung wanita pertama (meninggal tahun 1973).
Setelah sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak Midah atau Mak Milah) pun
harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam usia kanak-kanaknya
hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi penari Gandrung.
Tari Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang dukun desa
atau pawang. Sang penari ditutup matanya oleh para ibu-ibu yang berada
dibelakangnya, sambil memegang tempeh (nampan bamboo). Sang dukun mengasapi
sang penari dengan asap dupa sambil membaca mantera.
Setelah sang penari kesurupan (taksadarkan diri atau kejiman dalam istilah
lokal), dengan tanda jatuhnya tampah tadi, maka pertunjukan pun dimulai. Penari
seblang yang sudah kejiman tadi menari dengan gerakan monoton, mata terpejam
dan mengikuti arah sang pawang atau dukun serta irama gendhing yang dimainkan.
Kadang juga berkeliling desa sambil menari. Setelah beberapa lama menari,
kemudian si seblang melempar selendang yang digulung ke arah penonton, penonton
yang terkena selendang tersebut harus mau menari bersama si Seblang. Jika
tidak, maka dia akan dikejar-kejar oleh Seblang sampai mau menari.
Musik pengiring Seblang hanya terdiri dari
satu buah kendang, satu buah kempul atau gong
dan dua buah saron. Sedangkan di Olehsari ditambah
dengan biola sebagai penambah efek musikal.
Dari segi busana, penari Seblang di Olehsari dan Bakungan mempunyai sedikit
perbedaan, khususnya pada bagian omprok atau mahkota.
Pada penari Seblang di desa Olehsari, omprok biasanya terbuat dari pelepah
pisang yang disuwir-suwir hingga menutupi sebagian wajah penari, sedangkan
bagian atasnya diberi bunga-bunga segar yang biasanya diambil dari kebun
atau area sekitar pemakaman, dan
ditambah dengan sebuah kaca kecil yang ditaruh
di bagian tengah omprok.
Pada penari seblang wilayah Bakungan, omprok yang dipakai sangat menyerupai
omprok yang dipakai dalam pertunjukan Gandrung, hanya saja bahan yang dipakai
terbuat dari pelepah pisang dan dihiasi bunga-bunga segar meski tidak sebanyak
penari seblang di Olihsari. Disamping unsure mistik, ritual Seblang ini juga
memberikan hiburan bagi para pengunjung maupun warga setempat, di mana banyak
adegan-adegan lucu yang ditampilkan oleh sang penari seblang ini.
No comments:
Post a Comment